"Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling
cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? 'Sesuatu yang paling cepat
mendatangkan kebaikan,' sabda Rasulullah SAW, 'adalah balasan (pahala) orang
yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling
cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat
jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR Ibnu Majah).
Silaturahmi tidak sekadar bersentuhan tangan
atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu
aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata silaturahmi itu
sendiri, yaitu shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun,
dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang.
Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses
aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya
mengandung makna sesuatu yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu
yang bersatu dan utuh kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda,
"Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas
kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa
yang telah putus" (HR Bukhari).
Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi
kita untuk menyadari bahwa silaturahmi tidak hanya merekayasa gerak-gerik
tubuh, namun harus melibatkan pula aspek hati. Dengan kombinasi bahasa tubuh
dan bahasa hati, kita akan mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat lebih baik dan
lebih bermutu daripada yang dilakukan orang lain pada kita.
Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas
mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang kuat. Namun, bila ada
orang yang tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita
mengunjunginya, maka inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau kita
bersilaturahmi kepada orang yang membenci kita atau seseorang yang sangat
menghindari pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri untuk bertemu dengannya.
Inilah silaturahmi yang sebenarnya.
Dalam sebuah hadis diungkapkan, "Maukah
kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan
shaum?" tanya Rasul pada para sahabat. "Tentu saja," jawab
mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar,
menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara
yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali
persaudaraan di antara mereka adalah amal saleh yang besar pahalanya.
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah
ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR Bukhari Muslim).
Dari sini terlihat jelas, betapa pentingnya
menyambungkan tali silaturahmi dan memperkuat nilai persaudaraan tersebut.
Betapa tidak! Dengan silaturahmi maka akan terjalin rasa kasih sayang dengan
sesama manusia, bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Bila ini terjadi maka
rahmat dan kasih sayang Allah pun akan turun dan menaungi hidup kita.
Tapi sebaliknya, rahmat dan kasih sayang Allah
akan menjauh bila tali silaturahmi sudah terputus di antara kita. Rasulullah
SAW bersabda, "Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu
kaum yang di dalamya ada orang yang memutuskan tali persaudaraan".
Seorang sahabat yang bernama Abu Awfa pernah
bekisah. Ketika itu, kata Abu Awfa, kami berkumpul dengan Rasulullah SAW.
Tiba-tiba beliau bersabda, "Jangan duduk bersamaku hari ini orang yang
memutuskan tali silaturahmi". Setelah itu seorang pemuda berdiri dan
meninggalkan majelis Rasul. Rupanya sudah lama ia memendam permusuhan dengan
bibinya. Ia segera meminta maaf kepada bibinya tersebut, dan bibinya pun
memaafkannya. Ia pun kembali ke majelis Rasulullah SAW dengan hati yang lapang.
Sahabat, bagaimana mungkin hidup kita akan
tenang kalau di dalam hati masih tersimpan kebencian dan rasa permusuhan.
Perhatikan keluarga kita, kaum yang paling kecil di masyarakat. Bila di
dalamnya ada beberapa orang saja yang sudah tidak saling tegur sapa, saling
menjauhi, apalagi kalau di belakang sudah saling menohok dan memfitnah, maka
rahmat Allah akan di jauhkan dari rumah tersebut.
Dalam skala yang lebih luas, dalam lingkup
sebuah negara. Bila di dalamnya sudah ada kelompok yang saling jegal, saling
fitnah, atau saling menjatuhkan, maka dikhawatirkan bangsa tersebut akan
semakin jauh dari rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dari sini bisa kita pahami
kenapa Rasul tidak menoleransi sekecil apapun perbuatan yang bisa menimbulkan
perpecahan dan permusuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah,
Rasulullah SAW bersabda, "Berhati-hatilah kalian terhadap prasangka, sebab
prasangka itu sedusta-dustanya cerita. Jangan pula menyelidiki, mematai-matai,
dan menjerumuskan orang lain. Dan janganlah saling menghasud, saling membenci,
dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang
bersaudara" (HR Bukhari Muslim).
Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan
pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahmi, maka ukhuwah Islamiyah
akan terjalin dengan baik. Ini sangat penting. Sebab, bagaimana pun besarnya
umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya, laksana buih di
lautan yang mudah diombang-ambing gelombang, bila di dalamnya tidak ada
persatuan dan kerja sama untuk taat kepada Allah. Wallahu a'lam bish-shawab.