BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Bealakang
Umat Islam mengalami puncak kejayaan kedua pada masa tiga
kerajaan Besar berkuasa, yakni kerajaan Turki Usmani, Safawi dan Mughal
(India).Namun, seperti pada masa kekuasaan Islam terdahulu, lambat laun
kekuatan Islam menurun. Bersamaan dengan kemunduran tiga kerajaan tersebut,
bangsa Barat mulai menunjukkan usaha kebangkitannya.
Kebangkitan bangsa Barat bermuara pada khazanah ilmu
pengetahuan dan metode berpikir yang dikembangkan umat Islam yakni rasional. Di
antara jalur masuknya ilmu pengetahuan Islam ke Eropa yang terpenting adalah
Spanyol. Ketika Spanyol Islam mengalami kejayaan, banyak orang-orang Eropa yang
datang untuk belajar ke sana, kemudian menerjemahkan karya-karya ilmiah umat
Islam. Hal ini dimulai sejak abad ke-12.
Gerakan renaisans bangsa Eropa melahirkan
perubahan-perubahan besar. Abad ke-16 dan ke-17 merupakan abad yang paling
penting bagi kebangkitan Eropa, sementara pada akhir abad ke-17 itu pula, dunia
Islam mulai mengalami kemunduran. Banyak penemuan-penemuan dalam segala
lapangan ilmu pengetahuan dan kehidupan yang diperoleh orang-orang Eropa.
Perkembangan itu semakin cepat setelah ditemukan mesin uap, yang kemudian
melahirkan revolusi industri di Eropa. Teknologi perkapalan dan militer
berkembang dengan pesat. Sehingga, dengan kekuatan baru yang mereka miliki,
Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan ekonomi dan
perdagangan dari dan ke seluruh dunia, tanpa mendapat hambatan berarti dari
lawan-lawan mereka yang masih menggunakan persenjataan sederhana dan
tradisional.
Dalam pada itu, kemorosotan dunia Islam tidak terbatas
pada bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, melainkan mereka juga
ketinggalan dari Eropa dalam industri perang, padahal keunggulan Turki Usmani
di bidang ini pada masa-masa sebelumnya telah diakui oleh seluruh dunia.
Dengan organisasi dan persenjataan modern, pasukan perang
Eropa mampu melancarkan pukulan telak terhadap daerah-daerah kekuasaan Islam.
Kekuatan-kekuatan Eropa menjajah satu demi satu negara Islam. Perancis
menduduki Aljazair pada tahun 1830, dan merebut Aden dari Inggris sembilan
tahun kemudian. Tunisia ditaklukkan pada tahun 1881, Mesir pada tahun 1882,
Sudan pada 1889.
Sementara itu, wilayah Islam di Asia Tengah juga tak
luput dari penjajahan Barat. Umat Islam di Asia Tengah menjadi
sasaran pendudukan Uni Soviet. Tulisan ini mencoba memaparkan keadaan dunia
Islam pada masa penjajahan Barat.
B.
Perumusan
Masalah
Untuk lebih mengarah pada apa yang akan
penyusun uraikan dalam makalah ini, maka ada beberapa hal yang menjadi rumusan
permasalahan, sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan nasionalisme?
2.
Bagaimana awal munculnya gerakan nasionalisme
didunia Islam?
3. Bagaimana perjuangan kemerdekaan Negara Islam diberbagai
belahan dunia dari penjajahan barat?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan dengan rumusan diatas yang menjadi
tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian nasionalisme.
2. Mengetahui awal munculnya gerakan nasionalisme
di dunia islam.
3. Mengetahui nasionalisme dan perjuangan
kemerdekaan masyarakat muslim diberbagai belahan dunia.
D.
Metode
Penulisan
Dalam
pembuatan makalah ini, penyusun menggunakan metode kepustakaan, yaitu dengan
cara mengumpulkan dan menelaah sumber-sumber yang berhubungan dengan judul yang
akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme
dimaknai sebagai emosi individu atau publik di atas satu landasan persaudaraan
terotikal, historikal, bahasa dan cita-cita unggul di atas prinsip moral dan
politik demi membela kepentingan negara-bangsanya. (yudiwah.wordpress.com)
Gagasan
nasionalisme merupakan ideologi yang bermuara di Eropa ketika era
renaissance di mana salah satu objektifnya asalnya adalah untuk menanamkan
kesadaran nasional di kalangan rakyatnya yang telah sekian lama ditindas dan
dizalimi. Nasionalisme
timbul menjadi kekuataan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad
ke-18, selanjutnya paham itu tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad
ke-19, hingga awal abad ke-20. Pada abad ke-20, nasionalisme menjalar dan
berkembang ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Atas dasar itu abad
ke-19 dapat disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern Asia,
Afrika, dan Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah
melahirkan banyak negara merdeka di dunia. (gurumuda.com)
Rousseau, salah seorang pemikir
revolusi Perancis contohnya, ketika berbicara mengenai kedaulatan rakyat,
seringkali beliau menekankan pentingnya penyuburan ideologi nasionalisme karena
baginya, inilah ideologi yang menjadi sumber kebangkitan masyarakat. dampak daripada
seruan demi seruan oleh Rousseau dan juga Voltaire, ideologi nasionalisme
akhirnya berhasil menjelmakan revolusi Perancis dan seterusnya membuka era
pencerahan (englightment) di seluruh benua Eropa. justru itu, nasionalisme yang
pada peringkat permulaan seruannya adalah di asaskan dari hasrat murni ke arah
mencapai. Liberte (kebebasan), Equalite (persamaan) dan Fraternite
(solidaritas). (yudiwah.wordpress.com)
B. Penjajahan
Barat Terhadap Dunia Islam Di Anak Benua India dan Asia Tenggara
Invasi Eropa terhadap dunia Islam
tidak pernah sama, tetapi selalu secara menyeluruh dan efektif. Penetrasi Barat
terhadap dunia Islam di Timur Tengah pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa
Eropa terkemuka, Inggris dan Perancis. Inggris terlebih dahulu mencoba menguasai
kerajaan Mughal India. Selama pertengahan terakhir abad ke-18, para pedagang
Inggris telah memantapkan diri di Benggali. Rentang waktu antara 1798 – 1818,
dengan perjanjian atau aksi militer, pemerintahan kolonial Inggris tersebar ke
seluruh India, kecuali lembah Indus, yang baru menyerah pada tahun 1843 – 1849.
Sementara itu Perancis merasa perlu
memutuskan hubungan komunikasi antara Inggris di barat dan India di timur. Oleh
karena itu, pintu gerbang ke India, yakni Mesir berhasil ditaklukkan dan dikuasai
oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M. Alasan lain Perancis menaklukkan
Mesir adalah untuk memasarkan hasil-hasil industrinya. Mesir, di samping mudah
dicapai dari Perancis juga dapat menjadi sentral aktivitas untuk
mendistribusikan barang-barang ke Turki, Syiria hingga ke timur jauh.
Pada tahun 1799 M., Napoleon
Bonaparte meninggalkan Mesir karena situasi politik yang terjadi di negara
tersebut. Ia kemudian menunjuk jenderal Kleber menggantikan kedudukan Napoleon
di Mesir. Dalam suatu pertempuran laut antara Inggris dan Perancis, jenderal
Kleber kalah dan meninggalkan Mesir pada tahun 1801 M., dan di Mesir terjadi
kekosongan kekuasaan.
Kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh seorang perwira Turki, Muhammad Ali dengan didukung oleh rakyat, berhasil megambil alih kekuasaan dan mendirikan dinasti. Pada masa itu Mesir sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa pembeharuan, namun pada tahun 1882 M. dapat ditaklukkan kembali oleh Inggris.
Kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh seorang perwira Turki, Muhammad Ali dengan didukung oleh rakyat, berhasil megambil alih kekuasaan dan mendirikan dinasti. Pada masa itu Mesir sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa pembeharuan, namun pada tahun 1882 M. dapat ditaklukkan kembali oleh Inggris.
Faktor utama yang menarik kehadiran
kekuatan-kekuatan Eropa ke negara-negara muslim adalah ekonomi dan politik.
kemajuan Eropa dalam bidang industri menyebabkannya membutuhkan bahan-bahan
baku, di samping rempah-rempah. Mereka juga membutuhkan negeri-negeri
tempat memasarkan hasil industri mereka. Untuk menunjang perekonomian tersebut,
kekuatan politik diperlukan sekali. Akan tetapi persoalan agama seringkali
terlibat dalam proses politik penjajahan barat atas negeri-negeri muslim.
Trauma Perang Salib masih membekas pada sebagian orang barat, terutama Portugis
dan Spanyol, karena kedua negara ini dalam jangka waktu lama, berabad-abad
berada di bawah kekuasaan Islam.
India, pada masa kemajuan kerajaan
Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal ini mengundang Eropa
yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Di awal abad ke-17 M,
Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. pada tahun 1611 M,
Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M belanda mendapat
izin yang sama.
Kongsi dagang Inggris, British East
India Company (BEIC), mulai berusaha menguasai wilayah India bagian timur,
ketika merasa cukup kuat. Penguasa setempat mencoba mempertahankan kekuasaan
dan berperang melawan Inggris. Namun, mereka tidak berhasil mengalahkan
kekuatan Inggris. Pada tahun 1803 M, Delhi, ibukota kerajaan Mughal jatuh ke
tangan Inggris dan berada di bawah bayang-bayang kekuasaan Inggris. Tahun 1857
M, kerajaan Mughal dikuasai secara penuh, dan raja yang terakhir dipaksa
meninggalkan istana. Sejak itu India berada di bawah kekuasaan Inggris yang
menegakkan pemerintahannya di sana. Pada tahun 1879, Inggris berusaha menguasai
Afghanistan dan pada tahun 1899, Kesultanan Muslim Baluchistan dimasukkan ke
bawah kekuasaan India-Inggris.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru
berkembang, yang merupakan daerah penghasil rempah-rempah terkenal pada masa
itu, menjadi ajang perebutan negara-negara Eropa. Kerajaan-kerajaan Islam di
wilayah ini lebih lemah dibandingkan dengan kerajaan Mughal, sehingga lebih
mudah ditaklukkan oleh bangsa Eropa.
Kerajaan Islam Malaka yang berdiri pada
awal abad ke-15 M di Semenanjung Malaya yang strategis merupakan kerajaan Islam
kedua di Asia Tenggara setelah Samudera Pasai, ditaklukkan Portugis pada tahun
1511 M. Sejak itu peperangan-peperangan antara Portugis melawan kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia seringkali berkobar. Pedagang-pedagang Portugis berupaya
menguasai Maluku yang sangat kaya akan rempah-rempah.
Pada tahun 1521 M, Spanyol datang ke
Maluku dengan tujuan dagang. Spanyol berhasil menguasai Filipina, termasuk di
dalamnya beberapa kerajaan Islam, seperti Kesultanan Maguindanao, Buayan dan
Kesultanan Sulu. Akhir abad ke-16 M, giliran Belanda, Inggris, Denmark dan
Perancis, datang ke Asia Tenggara. Namun, Perancis dan Denmark tidak berhasil
menguasai negeri di Asia Tenggara dan hanya datang untuk berdagang. Kekuasaan
politik negara-negara Eropa di negara-negara Asia berlanjut terus hingga
pertengahan abad ke-20.
C. Munculnya
Gerakan Nasionalisme di dunia Islam.
Seperti yang telah disebutkan pada
pembahasan sebelumnya, bahwa Nasionalisme merupakan ideologi yang bermuara di
Barat. Namun pada kenyataanya, paham nasionalisme ini telah masuk dikalangan
umat Islam melalui persentuhan dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat
oleh banyaknya pelajar Muslim yang belajar ke Eropa atau lembaga pendidikan
yang ada di Barat. Pada awalnya gagasan Nasionalisme ini mendapat tantangan
dari pemuka-pemuka Islam karena dipandang tidak sejalan dengan ukhuwah
Islamiyyah.
Ketika umat Islam jauh tertinggal dari Eropa, maka terdapat
kesadaran dari kalangan umat Islam untuk memulihkan kekuatan Islam pada. Yang
pertama merasakan hal itu, diantaranya, Turki Usmani, karena kerajaan ini yang
pertama dan utama menghadapi kekuatan Eropa.
Pada pertenganahan abad ke-20 M
Dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajahan Barat. Periode ini
merupakan zaman kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami kemunduran di
periode pertengahan.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan kebangkitan Islam adalah kristalisasi kesadaran
keimanan dalam membangun tatanan seluruh aspek kehidupan yang berdasar atau
yang sesuai dengan prinsip Islam. Makna ini mempunyai implikasi kewajiban bagi
umat Islam untuk mewujudkannya melalui gerakan - gerakan, baik di bidang
politik,ekonomi, sosial, dan budaya.
Maka
untuk memulihkan kekuatan Islam, maka terjadilah gerakan pembaharuan dikalangan
umat Islam. Gerakan pembaharuan ini muncul karena terdapat dua faktor, yaitu:
1.
Timbulnya kesadaran di kalangan ulama bahwa banyak ajaran - ajaran “asing” yang
masuk dan diterima sebagai ajaran Islam.
2.
Pada periode ini Barat mendominasi Dunia di bidang politik dan peradaban. (delsajoesafira.blogspot.com)
Adapun
gerakan pembaharuan-pembaharuan tersebut adalah:
1.
Gerakan
Wahhabiyah (Permurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang
dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam) yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul al-Wahhab ( 1703 - 1787 M) di Arabia.
2.
Gerakan
Syah Waliyullah ( 1703 - 1762 M ) di India.
3.
Gerakan
Sanusiyyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari
Aljazair.
Adanya persentuhan dengan Barat,
menyadarkan tokoh-tokoh muslim atas ketertinggalan mereka terutama dalam ilmu
pengetahuan. Hal itu tercermin dalam pengiriman para pelajar Muslim oleh
penguasa Turki usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu
pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat
kedalam bahasa Arab. Muslim asal india pun banyak menuntut ilmu ke Inggris.
Pada
akhirnya, gerakan pembaharuan memasuki dunia politik. Hal ini ditandai dengan
munculnya gagasan Pan-Islamisasi (persatuan Islam sedunia) oleh gerakan
Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh
Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897), seorang pemikir Islam yang terkenal. (Badri
Yatim, 2004: 184-186)
Al-Afghani
merupakan orang yang pertama menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan
bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikannya dirinya untuk memperingatkan
dunia Islam akan hal itu dan melakukan usaha-usaha yang teliti untuk
pertahanan. Menurutnya, umat Islam harus meninggalkan perselisihan-perselisihan
dan berjuang di bawah panji bersama. Disamping itu, ia juga membangkitkan
semangat lokal dan nasional negeri - negeri Islam. Karena itu, al-Afghani
dikenal sebagai bapak Nasionalisme dalam Islam. (Badri Yatim, 2004: 186)
Akhirnya
gagasan Pan-Islamisme menjadi redup ketika al-Afghani tidak didizinkan berbuat
banyak di Istambul oleh Sultan Kerajaan Usmani, Abdul al-Hamid II ( 1876 - 1909
M ) karena dianggapnya menjadi duri bagi kekuasaan sultan dan kalahnya Turki
Usmani bersama sekutunya, Jerman dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan
dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung gagasan
nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan.
Persatuan antar kedua komunitas besar
Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua
India tidak lagi semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam
masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam
disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres
Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya sudah ada sebelum
Liga Muslimin berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian
mengkristal pada masa Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
D. Kemerdekaan
Negara-negara Islam Dari Penjajahan Barat
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan
berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam
perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Dalam kenyataannya,
partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah.
Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara lain:
- Gerakan politik, baik dalam
bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
- Pendidikan dan propaganda dalam
rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan. (Badri
Yatim, 2004: 187-188)
Dibawah ini
merupakan negara-negara yang terbebas dari penjajahan dengan menumbuhkan sikap
nasionalisme, diantaranya yaitu:
1. Negara Mesir
Di Mesir, benih-benih gagasan nasionalisme tumbuh sejak masa
Al-Tahtawi (1801-1873) dan Jamaluddin al-Afghani. Tokoh pergerakan yang
terkenal dalam memperjuangkan gagasan ini di Mesir adalah Ahmad Urabi pasha. (Badri
Yatim, 2004: 186)
Mesir secara resmi memperoleh kemerdekaan tahun 1992 dari
Inggris, tapi dalam pemerintah Raja Faruk pengaruh Inggris sangat besar. Baru
pada masa pemerintahan Jamal Abd Nasher yang menggulingkan Raja Faruk 23 Juli
1952, Mesir benar-beanar menganggap dirinya merdeka. (Badri Yatim, 2004:188)
Mesir memulai zaman modern ketika terjadi persinggungan
antara Barat (perancis) dan Mesir dengan ekspedisi Napoleon Bonaparte tahun
1798. Ketika Perancis keluar dari Mesir, pemerintahan diganti oleh Muhammad Ali
Pasya sebagai gubernur Turki Usmani yang mendapat otonomi atas wilayah
tersebut. Ia memulai memodernisir Mesir, terutama dibidang militer. (Ali
Mufrodi, 1997: 141)
Di masa Muhammad Ali kekuasaan Mesir meluas sampai ke Sudan, Syiria
bahkan para tentaranya turut berperang bersama Turki di Kepualuan Yunani, Asia Kecil
hingga Eropa Timur. Untuk membantu Mamluk yang tersingkir dari Mesir maka
Inggris membantu dengan melakukan agresi militer dan menaklukan Alexandria pada
bulan Maret 1807. Berkat kelihaian Muhammad Ali dalam diplomasi, Inggris
dipaksa keluar dari Alexnadria pada tahun yang sama tepatnya bulan Agustus
1807, namun sayangnya Muhammad Ali diasingkan oleh Sultan Utsmani atas tekanan
Inggris pada tahun 1840. Dan pada tahun Setelah Muhammad Ali mengakhiri
kekuasaanya pada tahun 1848, Mesir secara berturut-turut diperintah oleh Abbas
I dan Said Pasha namun pemerintahan semakin merosot sampai pada akhirnya
muncullah seorang pemimpin besar bernama Khedive Ismail yang memperbaiki
kembali kehidupan sosial politik di Mesir. Akhirnya, Inggris baru melepaskan
Mesir pada tahun 1914 karena Mesir membantu Turki melawan sekutu dalam Perang
Dunia I. (nuniratqanamani.blogspot.com)
Setelah Perang Dunia I, muncullah
seorang pemimpin di Mesir yang bernama Saad Zaghlul, ia merupakan pendiri
Partai Wafd dan memimpin gerakan untuk mengusir Inggris. Saad Zaghlul menuntut
kemerdekaan Mesir dari Inggris, kemudian Inggris menangkapnya dan mengasingkan
Saad Zaghlul ini ke Malta. Tindakan Inggris membangkitkan kemarahan rakyat
Mesir, maka pada 9 Maret 1919 terjadilan revolusi besar-besaran menentang
Inggris di Kairo dan mendesak kemerdekaan Mesir. Karena adanya revolusi
tersebut maka Inggris merubah kebijakannya terhadap Mesir dan Saad Zaghlul pun
dibebaskan. Kemudian pada tanggal 28 Februari 1922 sultan Ahmed Fuad Pasha
menyatakan kemerdekaan Mesir dan mengklaim sebagai raja yang sah. (nuniratqanamani.blogspot.com)
Namun dalam pemerintah Raja Faruk pengaruh Inggris sangat
besar. Baru pada masa pemerintahan Jamal Abd Nasher yang menggulingkan Raja
Faruk 23 Juli 1952, Mesir benar-beanar menganggap dirinya merdeka. (Badri
Yatim, 2004:188)
2. Negara Pakistan
Sebelum terbentuknya negara ini,
dahulunya Pakistan merupakan bagian dari negara India. Namun saat Inggris
menjajah di India, terjadilah perpecahan antara umat Islam dan umat Hindu
hingga akhirnya Pakistan memisahkan diri dari India.
Penguasaan
Inggris di India bermula dari pencaplokan Bengal pada 1757, yakni ketika
kekuatan Siraj al-Daula dengan mudah bisa dikalahkan dalam peperangan Plassey.
Meskipun mendapat perlawanan dari penguasa setempat, perlawanan tersebut dapat
segera diselesaikan dengan kemenangan di pihak Inggris.
Ketika
kekuasaan Inggris mulai mengancam daerah-daerah yang ada di Anak Benua India,
kekuasaan Dinasti Mughal sebagi satu-satunya symbol kekuasaan politik Islam di
India justru sedang berada dalam kondisi mundur. Setelah satu setengah abad
Dinasti Mughal berada dipuncak kejayaanya, para sultan setelah sultan Aurangzeb
tidak bisa lagi mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan
sebelumnya. (Ajid Tohir dan Ading Kusdiana, 2006: 159)
Pada Mei tahun
1857 M, terjadi perlawanan rakyat India atas kekuasaan Inggris. Namun
perlawanan tersebut dapat dipatahkan dengan mudah karena Inggris mendapat
bantuan dukungan dari beberapa penguasa local Hindu dan Muslim. Karena itu,
berakhirlah sejarah kekuasaan Dinasti Mughal di India.
Ketika India
berhasil dikuasai oleh Inggris, didalam rakyat India sendiri terjadi konflik
hegemoni antara orang-orang nasionalis Hindu dan nasionalis Islam dengan rentan
waktu yang lama (1857-1947). Pecahnya konflik tersebut, diawali oleh munculnya
upaya-upaya konspirasi dan agitasi orang-orang nasionalis Hindu terhadap
masyarakat Muslim yang terjadi pada tahun 1900-1942. Sinkron dengan
perkembangan nasionalisme dikalangan masyarakat Hindu yang menghendaki India
dibangun berdasarkan nasionalisme Hindu. Ajid Tohir dan Ading Kusdiana, 2006:
164-166)
Upaya
konspirasi dan agitasi yang dilakukan nasionalis Hindu terhadap masyarakat
Muslim, dengan meminta tuntutan terhadap Kolonial Inggris. Tuntutan tersebut
berupa:
1.
Kampanye
penggunaan bahasa Hindi dan tulisan Devanagri menggantikan bahasa Urdu.
2.
Pembatalan
pembentukan wilayah Bengali sebagai provinsi mayoritas muslim.
Upaya tersebut
tentu saja mendapat reaksi keras dari masyarakat muslim. Untuk menghadapi dan
mengimbangi setiap berbagai kemungkinan-kemungkinan yang muncul dari
oaring-orang nasionalis hindu tersebut, maka didirikanlah organisasi social
politik dikalangan masyarakat muslim, diantaranya;
1.
Liga Muslim, yang didirikan oleh
sekelompok intelektual muslim untuk menampung aspirasi nasionalisme Islam.
Organisasi ini muncul sebagai reaksi terhadap nasionalisme hindu yang terdapat
dalam Partai Kongres Nasional India. Liga Muslim mendapat dukungan kuat dengan
masuknya Muhammad Ali Jinnah sebagai pengurus Liga Muslim. Dan dibawah
kemimpinan Ali Jinnah ini, tercetuslah ide negara Pakistan.
2.
Gerakan
Khilafah yang
merupakan semangat Pan-Islamisasi didirikan pada 1919 oleh Maulana Muhammad
Ali. Strategi utama gerakan khalifah adalah menggalang persekutuan dengan
kongres untuk bekerjasama dalam menggulingkan pemerintasan Inggris dan meraih
kemerdekaan politik bagi India.
3.
Jam’iyatul
Ulama Hindi
adalah orgnisasi social politik yang didirikan pada November 1919 oleh ulama Farangi
Mahal dan Doeband. Organisasi social politik ini didirikan untuk membantu sepak
terjang gerakan khilafah. Organisasi ini merupakan organisasi yang menolak
sikap mendukung atas Liga Muslim untuk mendirikan negara muslim tersendiri.
Sebaliknya mereka bekerja sama dengan Partai Kongres Nasional.
Jam’iyatul
Ulama Hindi menyatakan bahwa nasionalisme dan Islam itu sangat berlawanan.
Karena nasionalisme merupakan konsep dari Barat yang partikularisme sempitnya
bertentangan dengan universalisme Islam.
Pada
tahun 1937, pemilihan umum yang menandai munculnya orientasi tuntunan
masyarakat muslim terhadap wilayah pemilihan yang terpisah dan jaminan
konstitusi kepada tuntutan kebangsaan teritorial yang terpisah pun di adakan.
Namun dalam pemilihan umum itu, Liga Muslim mendapati kekalahan.
Rentan waktu
1938-1945, upaya propaganda yang penuh gairah pun dilancarkan untuk mengalang
kekuatan Muslim menuju perjuangan yang telah jelas. Ali Jinnah dan Liga Muslim
menggunakan symbol dan slogan Islam untuk membangun gerakan massa. Tujuan
utamanya adalah mendirikan bangsa tersendiri, tanah air Islam yang didalamnya
masyarakat muslim dapat bebas melaksanakan cara hidup mereka. (Ajid Tohir dan
Ading Kusdiana, 2006: 207)
Perjuangan Ali Jinnah dan Liga Muslim itu pun akhirnya
mendapatkan hasil. Pada tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan
kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satu
untuk Pakistan. Dan sebagai presiden pertamanya adalah Ali Jinnah. (Badri
Yatim, 2004:188)
3. Negara Indonesia
Negara berpenduduk mayoritas Muslim
terbesar didunia ini, merupakan negara yang pertama kali memproklamasikan
kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Partai politik yang
besar menentang penjajahan di Indonesia adalah Sarekat Islam (SI), yang
didirikan tahun 1912 dibawah pimpinan HOS Tjokroaminoto, partai ini merupakan
kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun
1911. Tak lama kemudian partai-partai politik lainnya berdiri seperti Partai
Nasional Indonesia (PNI), didirikan oleh Soekarno (1972), Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI Baru), didirikan oleh M. Hatta (1931), Persatuan Muslim
Indonesia (Permi) yang menjadi partai politik tahun 1932, dipelopori oleh
Mukhtar Luthfi. (Badri Yatim, 2004:187)
Seperti
yang kita telah ketahui, bahwa Indonesia mengalami penjajahan oleh Jepang
selama 3,5 tahun dan Belanda selama 3,5 abad lamanya. Indonesia merdeka dari
Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Tentara Sekutu yaitu Amerika. Akan
tetapi, rakyat Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya itu dengan
perjuangan bersenjata selama lima tahun berturut-turut karena Belanda berusaha
mengusai kembali kepulauan ini dengan dukungan dari Tentara Sekutu.
Demikianlah, satu persatu
negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa
diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera
Islam yang dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia,
Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992 dan Bosnia
memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992 (Yatim, 2003:187-189).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nasionalisme dimaknai sebagai emosi
individu atau publik di atas satu landasan persaudaraan terotikal, historikal,
bahasa dan cita-cita unggul di atas prinsip moral dan politik demi membela
kepentingan negara-bangsanya. Gagasan
nasionalisme merupakan ideologi yang bermuara di Eropa ketika era renaissance
di mana salah satu objektifnya adalah untuk menanamkan kesadaran nasional di
kalangan rakyatnya yang telah sekian lama ditindas dan dizalimi. Nasionalisme
timbul menjadi kekuataan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad
ke-18.
Nasinalisme muncul
karena terdapat dua faktor, yaitu:
1.
Timbulnya kesadaran di kalangan ulama bahwa banyak ajaran - ajaran “asing” yang
masuk dan diterima sebagai ajaran Islam.
2.
Pada periode ini Barat mendominasi Dunia di bidang politik dan peradaban.
Adapun
gerakan pembaharuan-pembaharuan tersebut adalah:
1. Gerakan Wahhabiyah yang dipelopori
oleh Muhammad ibn Abdul al-Wahhab ( 1703 - 1787 M) di Arabia.
2. Gerakan Syah Waliyullah ( 1703 -
1762 M ) di India.
3. Gerakan Sanusiyyah di Afrika Utara
yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair.
Gerakan pembaharuan yang ditandai dengan
munculnya gagasan Pan-Islamisasi (persatuan Islam sedunia) oleh gerakan
Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh
Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897), seorang pemikir Islam yang terkenal.
Al-Afghani merupakan orang yang pertama
menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Al-Afghani dikenal
sebagai bapak Nasionalisme dalam Islam.
Munculnya
gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan
modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Yang
diantaranya Liga Muslim, Gerakan khilafah, Jam’iyatul Ulama Hindi. Dalam kenyataannya, partai-partai
itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan
tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara lain:
1. Gerakan politik, baik dalam bentuk
diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2. Pendidikan dan propaganda dalam
rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan.
Demikianlah, satu persatu
negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa
diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera
Islam yang dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia,
Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992 dan Bosnia
memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992.
B. Saran
Demikianlah uraian singkat makalah tentang “Kemunculan Nasionalisme dan Perjuangan Kemerdekaan Negara Islam Di
Berbagai Belahan Dunia Pada Abad XX”. Tulisan ini masih sangat terbatas dan
memerlukan tambahan guna memperluas wawasan kita. Hal ini sebagai upaya
mengenalkan warisan kebudayaan Islam, sehingga generasi penerus kita mampu
mengambil 'ibrah dari peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, agar nantinya
mereka dapat mencontoh dan mengambil apa yang seharusnya mereka pegangi dan
tidak megulangi lagi kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para tokoh-tokoh
Islam terdahulu.
Oleh karena itu JASS MERAH (Jangan Sekali-Sekali
Melupakan Sejarah) karena sejarah adalah sumber hukum dan pijakan dalam
memperjuangkan Agama Islam di Belahan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Mufrodi,
Ali, DR. 1997. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Thohir,
Ajid dan Kusdiana, Ading. 2006. Islam Di Asia Selatan. Bandung:
Humaniora.
Yatim,
Badri, M.A, Prof, Dr. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja
Grafindo.
Yatim,
Badri. 1998. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Amin, ahmad. 1991. Islam dari Masa ke Masa,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://noerhayati.wordpress.com/2008/06/02/penjajahan-barat-terhadap-dunia-islam/
hhtp://delsajoesafira.blogspot.com
hhtp://gurumuda.com)
hhtp://nuniratqanamani.blogspot.com)
hhtp://yudiwah.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar