A.
Biografi
Najib Al-Kailani
Beliau
dilahirkan tahun 1931 di desa Syarsyabah di tengah keluarga petani. Tamat dari
SLTA tahun 1949 di Thanta. Kemudian meneruskan di Fakultas Kedokteran Universitas
Cairo. Menjelang akhir kuliahnya beliau di tangkap pada tahun 1955 dengan
tuduhan terlibat sebagai anggota al-Ikhwan al-Muslimin. Dan divonis 10 tahun
penjara. Pada tahun 1954 dibebaskan karena alasan kesehatan, setelah selama
hampir lima tahun berpindah-pindah penjara dan menerima berbagai macam
penyiksaan. Kemudian beliau meneruskan kuliahnya di universitas dan jurusan
yang sama hingga tamat tahun 1960. Sejak saat itu disamping bekerja sebagai
dokter beliau menulis puisi, cerita pendek, novel dan naskah teater. Pada tahun
1965, Gamal Abden Nasser menginstruksikan dari Moskow untuk kembali menangkapi
para aktivis IM. Termasuk diantaranya, beliau, ditangkap untuk kedua kalinya.
Sampai akhir keruntuhan rezim tahun 1967 beliau kembali menghirup udara bebas.
Tahun
1968 Beliau meninggalkan Mesir ke Kuwait dan bergabung dengan para dokter di
sana. Tak lama kemudian beliau pindah ke Emirat dan bekerja sebagai dokter yang
mengetuai sebuah yayasan kesehatan. Dan tetap berada di luar mesir hampir
seperempat abad lamanya.
Tulisan-tulisan
beliau sangat khas. Karena lahir dari penghayatan nilai-nilai kemanusiaan,
persaudaraan dan cinta. Ditengah penghimpitan dan tekanan kezaliman. Terutama
berbagai bentuk penyiksaan di penjara. Lebih dari 70 buku novel dan cerita yang
beliau tulis.
Nuansa-nuansa
sosial dalam tulisan beliau sangat kental. Terutama pembelaan terhadap para
kaum lemah dan teraniaya, serta melawan rezim kezhaliman dan kebatilan.
Disamping itu nuansa-nuansa religius yang cukup kental. Serta mengangkat para
ulama dan ilmuan.
Justru
pada saat beliau di penjara, novelnya “Ath-Thariq At-Thawil” (Jalan Panjang)
meraih penghargaan karya terbaik lomba menulis yang diadakan Kementrian
Pendidikan dan Pengajaran Mesir. Sebuah novel tentang perang dunia kedua. Beliau
menggunakan nama pena. Dan baru diketahui nama asli beliau setelah pengumuman
pemenang lomba tersebut.
Karya
beliau yang lain yang mendapat penghargaan adalah kumcer “Dumu’ al-Amir”
(Air Mata Pangeran) sebuah antologi cerpen sejarah Islam. Cerpen-cerpen beliau
yang lain yang mengangkat fenomena sosial di Mesir dan beberapa negara Timur
Tengah: “Ardhul Anbiya” (Bumi Para Nabi); “Umar Yadhar fi al-Quds”
(Umar Muncul di Yerussalem); Novel “Layali Turkistan” (Malam-malam
Turkistan); “Amaliqah asy-Syimal” (Raksasa dari Utara); “Adzra’
Jakarta” (Gadis-gadis Jakarta); “Al-Yaumu al-Mau’ud” (Hari yang
Dijanjikan) sebuah kisah tentang perang salib. Novel “Qatilu Hamzah”
(Pembunuh Hamzah).
Novel
“Ath-Thariq At-Thawil” (Jalan Panjang), pemenang lomba menulis
Kementrian Pendidikan dn Kebudayaan tahun 1959 mendapatkan sambutan hangat dari
berbagai kalangan. Hingga kemudian dijadikan diktat wajib pelajaran sastra para
siswa SLTA. Juga telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Rusia.
Menurut sastrawan ini, tak ada yang bertentangan dan berlawanan antara seni, sastra dan Islam. Jika ada kontradiksi, pada hakikatnya merupakan sebuah pemahaman parsial dari Islam, atau upaya menjauhkan seni dan sastra dari nilai-nilai Islam. Yaitu usaha sekularisasi dari aspek sastra dan seni. Islam tak pernah memerangi atau mengebiri seni dan sastra. Justru menumbuhkan dan mendukungnya. Hanya saja mengedepankan nilai-nilai normatif dan moral. Bukan mengatasnamakan liberalisasi tanpa aturan untuk membungkus kebobrokan dengan nama seni dan sastra.
Menurut sastrawan ini, tak ada yang bertentangan dan berlawanan antara seni, sastra dan Islam. Jika ada kontradiksi, pada hakikatnya merupakan sebuah pemahaman parsial dari Islam, atau upaya menjauhkan seni dan sastra dari nilai-nilai Islam. Yaitu usaha sekularisasi dari aspek sastra dan seni. Islam tak pernah memerangi atau mengebiri seni dan sastra. Justru menumbuhkan dan mendukungnya. Hanya saja mengedepankan nilai-nilai normatif dan moral. Bukan mengatasnamakan liberalisasi tanpa aturan untuk membungkus kebobrokan dengan nama seni dan sastra.
Beliau
termasuk yang anti dengan sastra-sastra cabul yang mengeksploitasi tubuh
manusia serta menilai sesuatu dengan sudut pandang materi. Novel beliau “Alladzina
Yahtariqun” (Mereka yang Terbakar) pernah disinetronkan pada tahun 1980-an.
Mengisahkan tentang kebobrokan manajemen sebuah poliklinik dan kejujuran serta
keuletan dan kegigihan seorang dokter muda yang didera berbagai fitnah.
Beliau
dikenal kepiawaiannya dalam menulis novel. Pandai memilih diksi yang kuat dan
variatif serta kuat pengaruh kata-katanya. Disamping itu gaya dialog yang
elegan membuat pembaca menjadi terbawa arus cerita dengan penuh penghayatan.
Sebut saja novel-novel sejarah beliau menghadirkan para sahabat dengan potret
kekinian. Selain itu penguasaan cerita diberbagai belahan dunia seperti; “Layali
Turkistan” (Malam-malam Turkistan) menggambarkan perjuangan seorang
perempuan yang berkorban untuk kesucian tanahnya yang diinjak-injak penjajah.
Seorang perempuan yang gigih melawan koloni. Namun cobaan yang dihadapinya
sangat berat. Pilihannya menyebabkan ia divonis sebagai pengkhianat bangsanya.
Rakyatnya baru tahu kalau ia adalah pahlawan, ketika ia menemui syahidnya.
Demikian
juga “Amaliqah asy-Syimal” (Raksasa dari Utara); yang mengupas berbagai
permasalahan kaum muslimin di Nigeria. “Adzra’ Jakarta” (Gadis Jakarta);
yang menceritakan kisah perlawanan kaum muslimin terhadap gelombang komunisme
yang cukup kuat. Perlawanan yang merenggut nyawa lebih dari ¼ juta jiwa. Ketiga
novel ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Juga beberapa bahasa
lainnya.
Kemudian
ada lagi novel “Adh-Dhil al-Aswad” (Bayangan Hitam) kisah dari negeri
Ethiopia. Mengungkap arsip-arsip sejarah dan rahasia yang banyak disembunyikan
oleh para sejarahwan.
Selain
tulisan-tulisan fiksi yang selalu laku itu, beliau juga menulis tentang Kritik
Sastra. Beliau menulis, “Al-Islamiyah wa al-Madzahib al-Adabiyah” (Islam
dan Aliran-aliran Sastra); “Madkhal ila al-Adab al-Islamiy” (Pengantar
Sastra Islam); “Rihlati ma’a al-Adab al-Islamiy” (Perjalananku Bersama
Sastra Islam) dll. Beliau juga menulis naskah teater; “Ala Aswar Dimasyq”
(Penjara Damaskus) dll. Tulisan-tulisan non fikdi beliau: “Tahta Rayah
al-Islam” (Di Bawah Bendera Islam); “Ath-Thariq ila Ittihad Islamiy”
(Jalan Menuju Persatuan Islam); “Haula ad-Din wa ad-Daulah” (Seputar
Agama dan Negara). Tulisan fiksi dan nonfiksi beliau yang ditunjang oleh
spesialisasi sebagai dokter juga cukup banyak. Diantaranya: “Al-Ghida’ wa
ash-Shihah” (Makanan dan Kesehatan); “Ihtaris min Dhaght ad-Dam”
(Hati-hati Dengan Tekanan Darah Tinggi). Novel “Alladzina Yahtariqun”
(Mereka yang Terbakar), “Qishatu al-Idz” (Kisah Aids) dan sebagainya.
Juga karya dan tulisan-tulisan beliau yang lainnya.
Aliran
sastra Islam yang begitu kuat dalam berbagai tulisannya, terutama novel dan
cerpen-cerpennya tak menghalangi karya tersebut untuk diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa; Indonesia, Inggris, Jerman, Perancis, Urdu dan beberapa bahasa
lainnya.
Dan
sastrawan bersahaja dan agung itu akhirnya memilih kembali ke Mesir, tanah
kelahirannya; setelah merantau kurang lebih seperempat abad. Sakit yang
dideritanya juga tak menghalanginya menggerakkan jari-jarinya untuk terus
berkarya dan berdakwah.Hingga Allah pun memanggilnya. Pada tanggal 5 Syawal
1415 H bertepatan dengan 6 Maret 1995, beliau wafat dan mengakhiri
perjuangannya di dunia ini. Menghadap Tuhannya. Meski jasad beliau telah 10
tahun dikubur di Mesir, namun ruh perjuangan beliau masih memencar bukan hanya
di Mesir, namun ke seluruh pelosok dunia; termasuk di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar