A.
Psikologi Sastra
Psikologi sastra merupakan salah satu bagian dari
keilmuan kritik sastra. Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara
psikologi dan sastra.[1] Sebuah model
penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai pemilik posisi
yang lebih dominan.[2] Dengan demikian
unsur-unsur psikologis pun menampilkan aspek-aspek yang berbeda. Psikologi
sastra merupakan analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan
studi psikologis. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, yang tentu akan
melibatkan aspek-aspek yang ditinjau dari segi kepribadian. Teori-teori
kepribadian adalah modal utama dalam pengkajian tokoh dalam karya sastra, untuk
memperoleh nilai-nilai psikologis tokoh. Dalam
pendekatan psikologis awal lebih dekat dengan pendekatan biografis dibandingkan
dengan pendekatan sosiologis sebab analisis yang dilakukan cenderung
memanfaatkan data-data personal.
1.
Psikologi Kepribadian
Kepribadian merupakan pembawaan yang mencakup dalam pikiran,
perasaan, dan tingkah laku yang merupakan karakteristik seseorang yang
menampilkan cara beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan. Namun pakar lain
mengatakan bahwa kepribadian menurut psikologi bisa mengacu kepada pola
karakteristik perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang
terhadap lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh potensi sejak lahir yang
dimodifikasi oleh pengalaman budaya dan pengalaman unik yang mempengaruhi
seseorang sebagai individu, dan untuk memahami kepribadian yang mencakup
kualitas nalar, psikoanalisis, pendidikan sosial, teori-teori humanistik.[3]
Kajian kepribadian adalah kajian mengenai bagaimana seseorang
menjadi dirinya sendiri, karena setiap individu itu memiliki pengalaman dan
keunikan sendiri, walaupun semua berdasarkan hukum yang berlaku umum. Hal yang
penting adalah tidak ada hukum kepribadian yang terpisah dari teori psikologi
pada umumnya. Kajian kepribadian merupakan suatu proses yang harus dipahami
dengan mempelajari peristiwa yang mempengaruhi perilaku seseorang, sekalipun
kaitannya dengan konteks sosial yang harus dipahami melalui kebudayaan. Dengan
demikian, kepribadian adalah suatu integrasi dari semua aspek kepribadian yang
unik dari seseorang menjadi organisasi yang unik, yang menentukan dan dimodifikasi
oleh upaya seseorang beradaptasi dengan lingkungannya yang selalu berubah.
Psikologi kepribadian adalah psikologi yang mempelajari kepribadian
manusia dengan objek penelitian factor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku
manusia. Di dalamnya dipelajari kaitan antara ingatan atau pengamatan dengan
perkembangan, kaitan antara pengamatan dengan penyesuaian diri pada individu,
dan seterusnya. Sasaran psikologi kepribadian ialah; pertama, memperoleh
informasi mengenai tingkah laku manusia. Kedua, psikologi kepribadian
mendorong individu agar dapat hidup secara utuh dan memuaskan. Ketiga,
agar individu mampu mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya secara
optimal melalui perubahan lingkungan psikologis.[4]
2.
Teori Kepribadian
1)
Alam
Bawah Sadar
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam
bawah sadar (unconscious mind)
ketimbang alam sadar (conscious mind). Ia mengatakan bahwa kehidupan
seseorang dipenuhi oleh berbagai tekanan konflik, untuk meredakan tekanan dan
konflik tersebut manusia dengan rapat menyimpannya di alam bawah sadar. Oleh
karena itu menurut Freud alam bawah sadar merupakan kunci memahami perilaku
seseorang. Tak sadar adalah apa yang tak terjangkau oleh sadar.[5]
Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif dan selalu siap
muncul. Kelihatannya hanya hasrat yang muncul, tetapi melalui suatu analisis
ternyata ditemukan hubungan antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang
dari hasrat taksadar. Hasrat yang timbul dari alam tak sadar yang diapresiasi
selalu aktif dan tidak pernah mati. Hasrat ini berasal dari masa kecil yang
pengaruhnya sangat kuat.
2)
Teori
Mimpi
Freud menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi
dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung. Mimpi seperti tulisan
merupakan system tanda yang menunjuk pada sesuatu yang berbeda, yaitu melalui
tanda-tanda itu sendiri. Perbedaan karya sastra dan mimpi adalah karya sastra
terdiri atas bahasa yag bersifat linier; sedangkan mimpi terdiri atas
tanda-tanda figurative yang tumpang tindih dan campur-aduk. Mimpi dalam sastra
adalah angan-angan halus.
Freud juga percaya bahwa mimpi dapat mempengaruhi perilaku
seseorang. Mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari. Hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang
dialami sehingga sulit diredakan melalui alam sadar. Mimpi kerap tampil dalam
bentuk simbolisasi dan penyamaran sehingga membutuhkan analisis mendalam untuk
memahaminya.
Mimpi mempunyai dua isi, yaitu isi manifes dan isi laten.
Isi manifes adalah gambar-gambar yang diingat ketika diri terjaga, dan muncul
ke dalam pikiran ketika mencoba untuk mengingatnya. Dan isi laten yang dimaksud
adalah pikiran-pikiran mimpi, ialah sesuatu yang tersembunyi (pikiran
tersembunyi) bagaikan sebuah teks asli yang keadaannya primitive dan harus
disusun kembali melalui gambar yang sudah diputarbalikkan sebagaimana disajikan
oleh mimpi manifes.
3.
Struktur Kepribadian Sigmund Freud
Freud membahas pembagian psikisme manusia, yaitu id yang
terletak di bagian taksadar, yang merupakan libido atau dorongan dasar. Ego yaitu
peraturan secara sadar antara Id dan realitas luar yang bertugas sebagai
penengah yang mendamaikan tuntutan dan larangan superego. Super ego merupakan
penuntun moral dan aspirasi seseorang, yang terletak sebagian dari sadar dan
sebagian lagi di bagian taksadar yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi
pada orang tua.
[6]
Id merupakan
energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar,
seperti kebutuhan makan, seks menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Id ini
menurut Freud, berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas.
Cara kerjanya id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yaitu selalu
mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan.
Ego terperangkap
diantara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip
realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh
realitas. Seseorang penjahat, misalnya yang hanya ingin memenuhi kepuasan diri
sendiri, akan tertahan dan terhalang oleh realitas kehidupan yang dihadapi.
Demikian pula dengan adanya individu yang memiliki impuls-impuls seksual dan
agresivitas yang tinggi misalnya, tentu saja nafsu-nafsu tersebut tidak akan
terpuaskan tanpa pengawasan. Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental
utama, seperti penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
Demikianlah, ego itu merupakan pimpinan utama dalam kepribadian. Id dan
ego tidak memiliki moralitas
karena keduanya tidak mengenal nilai baik dan buruk.[7]
Adapun struktur yang ketiga adalah super ego yang mengacu
pada moralitas dalam kepribadian. Super ego sama halnya dengan ‘hati
nurani’ yang mengenali nilai baik dan buruk. Super ego berfungsi sebagai
lapisan yang menolak sesuatu yang melanggar prinsip moral, yang menyebabkan
seseorang merasa malu atau memuji sesuatu yang dianggap baik.[8]
Id, ego, dan seper ego, ketiganya
mempunyai arti yang spesifik. Dapat digaris bawahi bahwa Id itu adalah
system kepribadian manusia yang paling dasar dan paling gelap dalam bawah sadar
manusia, berisi insting dan nafsu-nafsu. Id ini hanya dapat dikendalikan
dan tidak dapat dimusnahkan. Kalau dalam tidur terjelma sebagai mimpi. Ego
adalah kesadaran akan diri sendiri yang merupakan peraturan secara sadar antara
id dan realita luar. Ego biasanya
mengubah sifat id dari yang abstrak kepada hal-hal yang berdasarkan pada
prinsip kenyataan. Selanjutnya super ego sebagai sebuah lapisan yang
menolak sesuatu yang melanggar prinsip moral, yang dapat menyebabkan seseorang
merasa malu atau memuji sesuatu yang dianggap baik. Super Ego berkembang
sebagai pengontrol kebutuhan id dan berisi nilai-nilai atau evaluatif.[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar